Inspiring stories, short stories, religious stories, christmast stories ....

Sunday, April 29, 2007

Bayang-Bayang Ayah

Lutung pergi ke tengah sawah. Di sana ayahnya menunggu. Mengapa ayah tak mau datang ke rumah? Jadi tak usah berpanas-panas. Tapi Lutung menurut.

Wajah Lutung tampan. Dia cerdas dan tidak sombong. Hanya mengapa ayahnya berwajah jelek dan bertubuh bungkuk?

Lutung tetap menyayangi ayahnya walau berujud cacat. Dan ingin ayahnya pulang saja ke rumah. Tetapi ayahnya tak mau.

"Ayah masih mempunyai tugas penting untukmu dan ibumu," sahut ayah ketika ditemui.

"Apakah akan begini terus? Lutung ingin ayah ada di rumah," kata si anak. Gendro berdehem. Matanya yang tinggal sebelah berkedip. Mata itu sudah sulit melihat. Hati Lutung kasihan padanya. Ingin dirawatnya ayahnya itu dengan baik. Jangan begini keadaannya.

"Ayah aku akan beritahu ibu kalau ayah bersikeras," kata Lutung.

"Anakku, belum saatnya ayah kembali. Tapi percayalah kalau kamu setia pada ayah dan cinta pada ibumu cobaan ini akan berakhir. Jangan beritahu bahwa ayah masih hidup," kata ayahnya sebelum pergi. Setiap pertemuan hanya lima menit. Apa yang dibicarakan mereka? Tak ada. Ayahnya hanya memintanya membawa beras sebutir demi sebutir setiap menjelang tengah hari.

Lutung sabar mendapat cobaan ini. Tapi tak begitu mengerti apa makna perbuatan ayah? Dan ketika di rumah pun ibu selalu memarahinya karena hanya bermain di sawah saja kerjanya.

Lutung diam tak menyahut. Sudah beras kesembilan puluh sembilan. Kata ayah pada hitungan ke seratuslah Lutung harus membuka peti berasnya. Di sanalah akan dia temui benda asing yang memisahkan ayah dan ibunya. Benda itu harus dia buang jauh. Panah buruan ayah.

Ibu menampi beras di tampah. Setiap menampi beras itu hilang.

"Lutung, kemarilah. Kemana beras ini lenyap? Padahal baru saja kutampi?" lutung mendekat tak bicara. Ibunya tak jadi menanak nasi.

Lutung kembali ke tengah sawah menemui ayah menanyakan beras yang hilang.

"Aku kena marah ibu. Bagaimana ini, Yah!" katanya. Ayahnya melihat kakinya sambil duduk di pinggir sawah.

"Kau bawa beras ke seratus?" Ayah bertanya. Lutung kaget. Dia lupa pesan terakhir itu. Dia akan berbalik mengambilnya.

"Tak perlu, Nak. Ini!" kata ayah sambil menunjukkan sebutir beras yang luar biasa besarnya. Telapak tangan ayah tak cukup.

"Ini adalah inti kehidupan manusia," kata ayah. Lutung tak mengerti.

"Kau tidak memperhatikan pesanku, Nak. Jadi ayah tak bisa kembali. Bahkan kita tak pernah bisa ketemu lagi!" Ayahnya berubah menjadi asap.

Lutung terpana tak mengerti. Mengapa ayahnya menjadi bayang- bayang setipis awan. Dia terbang menjauh ke langit. Ibunya menangis ketika Lutung memberitahukan akhir pertemuan dengan ayahnya itu.

"Aku yang salah, tak memberitahu ayahmu dikutuk dewa. Sepuluh tahun lalu ayah pergi berburu. Kijang jelmaan dewa dibunuhnya sampai mati. Kijang lenyap dan ayahnya dikutuk dewa berujud jelek. Tugasmulah untuk menolong ayah".

Lutung sadar. Beras hitungan ke seratus adalah hitungan hukuman ayahnya. Ayah bisa hidup dan berubah berwajah tampan kembali. Tapi mengapa dia melalaikannya?

Sekarang, ayah tinggal bayang-bayang di angkasa tinggi.

"Ayah, maafkanlah aku!" Lutung sedih. Dia meloncat dan berayun mencari ayahnya dari pohon ke pohon. Dia berubah menjadi kera hitam bernama Lutung.

No comments:

Powered By Blogger